Gaikindo Tetapkan Target Penjualan 900 Ribu Mobil di 2025, Ini Tanggapan Dari Daihatsu

Gaikindo menargetkan penjualan mobil mencapai 900 ribu unit pada tahun 2025. Meskipun penjualan mobil mengalami penurunan di kuartal pertama 2025, target tersebut tetap belum direvisi. Lalu, bagaimana tanggapan Daihatsu terhadap kondisi ini?

Penurunan penjualan kendaraan mencerminkan tantangan ekonomi yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia, seperti inflasi, suku bunga yang tinggi, serta daya beli yang menurun. Selain itu, ketidakpastian ekonomi membuat konsumen lebih berhati-hati dalam pengeluaran besar, termasuk dalam membeli mobil baru.

Menurut data wholesales (distribusi pabrik ke dealer) Gaikindo, pada periode Januari-Maret 2025, industri otomotif Indonesia mendistribusikan 205.160 unit mobil. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 4,7% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, Gaikindo belum melakukan revisi terhadap target penjualan mobil tahun ini.

“Pada tahun 2025, penurunan sekitar 4,8% terjadi hingga kuartal pertama.” Kami tidak terlalu optimis, tetapi jika bisa mencapai hasil seperti tahun 2024, itu sudah luar biasa. Pasar memang sedikit menantang, dan dengan penguatan US Dollar, saya khawatir harga mobil bisa ikut naik,” ujar Nangoi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sebagai gambaran, pada tahun 2024, industri mobil Indonesia berhasil mencatatkan penjualan sekitar 865 ribu unit. Di sisi lain, target penjualan untuk tahun ini sedikit lebih tinggi, yakni 900 ribu unit, meskipun tantangan yang dihadapi semakin besar.

Sri Agung Handayani, Marketing Director dan Corporate Communication Director PT Astra Daihatsu Motor (ADM), menyatakan bahwa berdasarkan penjualan pada kuartal pertama 2025, target penjualan industri otomotif Indonesia tahun ini seharusnya sekitar 860 ribu unit. Namun, pasar otomotif Indonesia cenderung dinamis, dengan faktor musiman yang turut mempengaruhi, seperti perhelatan GIIAS dan peningkatan permintaan di beberapa daerah.

“Pada kuartal pertama, kami melihat penjualan mencapai 210 ribu unit, yang jika dikalikan empat, akan mencapai sekitar 860 ribu unit. Namun, indeks musiman pasar tidak selalu seperti itu, karena ada faktor-faktor lain yang dapat mendorong penjualan,” ujar Agung kepada wartawan di Jakarta beberapa waktu lalu.

“Januari memang hanya tercatat 64 ribu unit, yang cukup mengejutkan karena angka ini tergolong kecil. Namun, setelah memahami bahwa perhatian masyarakat meningkat setelah kebijakan subsidi dan diskon dari pemerintah daerah, kami melihat pasar akan lebih positif,” jelas Agung.

Rupiah Terjun, Industri Otomotif Pasang Strategi Redam Dampak

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih menunjukkan pergerakan liar di pasar non-deliverable forward (NDF), dengan mencapai level Rp17.006 per dolar AS pada Jumat (4/4). Fluktuasi ini dipicu oleh tekanan eksternal yang terus membayangi pasar global. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius bagi sektor otomotif di Indonesia, yang bergantung pada pasokan bahan baku impor seperti baja, aluminium, plastik, chip, dan komponen lainnya.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara, menyebut bahwa pelemahan rupiah akan berdampak signifikan terhadap biaya produksi industri otomotif. Meski begitu, Kukuh menegaskan bahwa setiap perusahaan memiliki strategi berbeda dalam menyikapi situasi ini, baik melalui penyesuaian bertahap maupun kebijakan bertahan sementara. Ia menambahkan bahwa dampak fluktuasi nilai tukar bersifat jangka panjang dan memerlukan analisis mendalam sebelum langkah penyesuaian diambil.

Kukuh juga menekankan bahwa kenaikan harga jual kendaraan bukanlah solusi instan, karena justru dapat menurunkan minat beli masyarakat. Oleh karena itu, pelaku industri menyiapkan strategi “bumper” atau penyangga guna menjaga harga tetap stabil dalam jangka pendek. Namun ia mengingatkan bahwa strategi ini tidak akan bertahan lama tanpa kepastian dari pemerintah.

Sebagai penutup, Kukuh berharap pemerintah Indonesia segera mencapai kesepakatan dalam negosiasi dengan AS mengenai kebijakan tarif timbal balik. Ia menilai langkah tersebut penting untuk memulihkan nilai rupiah dan melindungi kelangsungan industri otomotif nasional.

Insentif PPnBM Dorong Popularitas Kijang Innova Zenix Hybrid dan Yaris Cross Hybrid

Dua model mobil hybrid andalan Toyota, Kijang Innova Zenix Hybrid dan Yaris Cross Hybrid, kini mendapatkan insentif berupa penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen. Sebelumnya, Kijang Innova Zenix Hybrid dikenakan tarif PPnBM sebesar 7 persen, namun sejak Januari 2025 turun menjadi 4 persen. Sementara itu, tarif untuk Yaris Cross Hybrid berkurang dari 6 persen menjadi 3 persen, yang jika dikonversi ke rupiah, menghasilkan penurunan harga sekitar Rp10 juta hingga Rp13 juta.

Berdasarkan informasi dari situs resmi Toyota Astra, harga terbaru Kijang Innova Zenix Hybrid mulai dari Rp467.700.000, sedangkan Yaris Cross Hybrid dibanderol dengan harga mulai dari Rp436.300.000. Kebijakan ini memberikan dampak positif bagi pelanggan Toyota sekaligus berkontribusi terhadap pertumbuhan pasar kendaraan elektrifikasi di Indonesia. Toyota pun menyambut baik langkah pemerintah ini karena dinilai dapat meningkatkan daya beli masyarakat serta mempercepat transisi menuju target net zero emission pada 2060.

Menurut data dari Gaikindo, pasar kendaraan listrik di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, market share kendaraan listrik hanya 0,36 persen dari total penjualan mobil nasional, namun meningkat menjadi 7,09 persen pada 2023, dan mencapai 11,92 persen pada 2024 dengan total penjualan 103.227 unit. Dari jumlah tersebut, segmen hybrid mendominasi dengan 58,03 persen atau 59.903 unit, sementara kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) mencatatkan penjualan 43.188 unit dan plug-in hybrid (PHEV) sebanyak 136 unit.

Toyota berhasil meraih pangsa pasar terbesar di segmen mobil hybrid dengan 62,30 persen, di mana kontribusi terbesar berasal dari penjualan Kijang Innova Zenix Hybrid sebanyak 26.470 unit dan Yaris Cross Hybrid sebanyak 4.144 unit. Selain itu, model seperti Toyota Alphard Hybrid, Vellfire Hybrid, Camry Hybrid, dan Corolla Cross Hybrid turut menyumbang angka penjualan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari komitmen Toyota dalam menghadirkan kendaraan ramah lingkungan untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan menciptakan mobilitas berkelanjutan.

Indonesia Berpeluang Salip Ekspor Mobil Thailand, Gaikindo Optimistis dengan Merek Baru

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyoroti peluang Indonesia untuk melampaui ekspor mobil Thailand di masa mendatang. Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, mengungkapkan bahwa meskipun Thailand masih memimpin dalam ekspor kendaraan di kawasan ASEAN, tren saat ini menunjukkan potensi bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan.

Pada 2024, ekspor mobil Thailand tercatat mencapai 1,02 juta unit, meskipun turun 8,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, ekspor mobil dari Indonesia selama periode yang sama mencapai 472.194 unit, turun 6,5% dari 505.134 unit pada 2023.

Jongkie optimistis bahwa ekspor Indonesia dapat meningkat, terutama dengan kehadiran merek-merek otomotif baru seperti BYD, AION, Jetour, dan Jaecoo dari China. Jika Indonesia berhasil menjadi basis produksi bagi merek-merek ini, maka potensi ekspor bisa meningkat secara signifikan.

“Thailand memang masih unggul dalam ekspor, tetapi jika kita bisa menarik lebih banyak merek untuk berinvestasi dan memproduksi di Indonesia, maka kita bisa mengejar bahkan melampaui mereka,” ujar Jongkie dalam keterangannya pada Kamis (6/2/2025).

Di sisi lain, industri otomotif Thailand tengah mengalami tekanan akibat penurunan drastis dalam penjualan mobil domestik, yang mencapai titik terendah dalam 15 tahun terakhir. Faktor utama yang menyebabkan kemerosotan ini adalah kebijakan kredit kendaraan yang lebih ketat serta tingginya tingkat utang rumah tangga. Sepanjang 2024, total penjualan mobil di Thailand hanya mencapai 572.675 unit, turun 26% dibandingkan tahun sebelumnya.

Di Indonesia, pasar otomotif juga menghadapi tantangan dengan penurunan penjualan wholesales sebesar 13,9% pada 2024, dari 1.005.802 unit pada 2023 menjadi 865.723 unit. Perlambatan ekonomi turut menjadi faktor yang memengaruhi industri ini, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 hanya mencapai 5,03%, lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,2%.

Jongkie berharap pertumbuhan ekonomi dapat meningkat, mengingat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%.

“Jika pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 8% seperti yang dicanangkan pemerintah, itu tentu menjadi kabar baik bagi dunia usaha, termasuk industri otomotif,” pungkasnya.