Kebaya, sebagai salah satu busana tradisional khas Indonesia, telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Penghargaan ini menjadi motivasi penting bagi masyarakat Indonesia, terutama kalangan muda, untuk terus menjaga kelestarian dan memperkenalkan kebaya dalam kehidupan modern saat ini.
Saat ini, hanya kebaya Labuh dan Kerancang yang diakui secara internasional. Namun, masih banyak jenis kebaya lainnya yang belum terdokumentasi atau diakui secara nasional maupun global. Oleh karena itu, usaha untuk melestarikan kebaya dalam berbagai bentuknya adalah tantangan besar yang memerlukan perhatian dan kerjasama bersama.
Miranti Serad Ginanjar, Editor Buku ‘Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan’, mengungkapkan bahwa salah satu pendekatan yang efektif untuk menjaga keberlanjutan kebaya adalah dengan lebih mengenalkan kebaya pada kalangan muda. Ia menggarisbawahi pentingnya mengkampanyekan kebaya sebagai pakaian yang bisa dikenakan sehari-hari dalam berbagai kesempatan.
“Kita perlu terus mengedukasi masyarakat untuk menjadikan kebaya bagian dari keseharian. Kebaya itu hidup dan harus bisa menghidupi,” ujar Miranti dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Tim Nasional Kebaya dan Penyusun Buku ‘Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan’ di Jakarta Pusat.
Miranti juga mengajak agar generasi muda diberikan kebebasan untuk berinovasi dan berkreasi dengan kebaya tanpa harus terpaku pada pakem tradisional yang kaku. “Generasi muda saat ini sering memadukan kebaya dengan sepatu sneakers atau aksesoris seperti kacamata hitam. Mengapa tidak?” tambahnya. Meskipun mungkin ada suara kritis yang khawatir kebaya akan kehilangan nilai tradisionalnya, Miranti percaya bahwa cara ini justru akan menarik lebih banyak orang untuk mengenal dan mencintai kebaya.
Lana T. Koentjoro, Ketua Tim Nasional Kebaya Indonesia, turut mengingatkan pentingnya memberikan ruang bagi generasi muda untuk bereksplorasi dengan kebaya. Ia menilai bahwa banyak anak muda yang merasa kebaya menghalangi aktivitas mereka. Karena itu, penting untuk memberi kebebasan agar mereka dapat berkreasi.
“Pandangan anak muda kini cenderung lebih fleksibel, sehingga kita tidak bisa terlalu ketat dalam aturan. Jika kebaya dianggap merepotkan, mereka akan lebih cenderung untuk menghindarinya,” jelas Lana. Menurutnya, kebebasan berekspresi dalam mengenakan kebaya akan membuat mereka lebih tertarik dan akhirnya memahami nilai dan pakem kebaya yang lebih autentik. “Ketika mereka semakin sering mengenakan kebaya, mereka akan mulai memperhatikan bagaimana ibu-ibu memakai kebaya dengan cara yang lebih tradisional. Perlahan, minat mereka akan tumbuh,” tambahnya.
Selain itu, Miranti dan Lana mengajak semua pihak untuk terus berinovasi dalam mempromosikan kebaya. Salah satunya dengan mengadakan acara kebaya yang melibatkan generasi muda, mengadakan kampanye di media sosial, serta menjalin kolaborasi dengan desainer-desainer muda untuk menciptakan kebaya yang lebih sesuai dengan gaya hidup masa kini.
Upaya-upaya ini diharapkan dapat menjadikan kebaya bukan hanya pakaian yang dikenakan pada acara tertentu, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dengan demikian, kebaya dapat terus terjaga dan dilestarikan sebagai warisan budaya yang berharga.
Pengakuan UNESCO terhadap kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda adalah langkah awal yang sangat penting. Namun, untuk mempertahankan keberlanjutan kebaya, dibutuhkan kontribusi aktif dari seluruh masyarakat, khususnya generasi muda yang akan membawa kebaya ke masa depan. Mari bersama-sama kita lestarikan kebaya sebagai simbol keanggunan dan identitas bangsa Indonesia.