Renault Tunda Peluncuran Alpine di AS Akibat Kebijakan Tarif Trump

Renault kemungkinan besar akan menunda peluncuran mobil sport Alpine di Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump memberlakukan tarif timbal balik pada 2 April lalu. Penundaan ini terjadi sambil menunggu ketidakpastian yang timbul akibat kebijakan tersebut yang dapat mempengaruhi pasar otomotif.

Duncan Minto, CFO Renault, menjelaskan bahwa langkah penundaan ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengurangi biaya dan memitigasi dampak ekonomi jika perang dagang antara AS dan negara lainnya melambatkan pertumbuhan industri otomotif, seperti yang diungkapkan oleh Carscoops pada Senin. Minto menyatakan bahwa penundaan ini adalah langkah yang “sepenuhnya normal” dalam situasi yang tidak menentu ini.

Ekspansi ke pasar otomotif AS memang menjadi salah satu bagian penting dalam rencana CEO Renault, Luca de Meo, untuk meningkatkan pendapatan Alpine hingga lebih dari 8 miliar euro pada tahun 2030. Walaupun pasar mobil sport dua pintu seperti Alpine A110 cenderung menyusut, segmen kendaraan listrik justru menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Pada Juni lalu, Alpine memperkenalkan mobil listrik pertama mereka, A290 GT, di ajang 24 Hours of Le Mans.

Alpine yang berbasis pada model Renault 5 E-Tech hadir dengan desain agresif dan dilengkapi motor listrik yang mampu menghasilkan tenaga hingga 217 hp. Mobil ini dapat melaju dari 0-100 km/jam dalam 6,4 detik dengan jangkauan hingga 380 km. Di sisi lain, Alpine juga berencana meluncurkan A390, crossover sport listrik, yang diharapkan dapat menarik minat konsumen di AS.

Namun, semua rencana ekspansi ini kini harus dievaluasi ulang menyusul pemberlakuan tarif impor ketat oleh Trump yang merupakan bagian dari kebijakan “America First”.

Adu Panas Elon Musk vs Gedung Putih Soal Tarif dan Tesla: Siapa yang Lebih “Amerika”?

Ketegangan antara kebijakan politik dan industri otomotif kembali memuncak setelah penasihat perdagangan utama Donald Trump, Peter Navarro, secara terbuka menyindir CEO Tesla, Elon Musk. Bukan sebagai pengusaha inovatif, Navarro menyebut Musk hanyalah seorang “perakit mobil”, bukan produsen sejati. Hal ini muncul usai Musk menyerukan terciptanya zona perdagangan bebas tarif antara Amerika Serikat dan Eropa, gagasan yang ditolak keras oleh sebagian kalangan Gedung Putih.

Navarro, yang dikenal sebagai otak di balik kebijakan tarif Trump, menuding Musk hanya ingin memanfaatkan komponen asing murah untuk merakit kendaraannya. Menurutnya, komponen Tesla lebih banyak berasal dari Asia, sementara pemerintah ingin semua dibuat di Amerika—dari ban di Akron hingga mesin di Flint. Kritik itu pun langsung dibalas Musk dengan pernyataan tajam di media sosial. Ia menyebut Navarro “lebih bodoh dari sekarung batu bata” dan menegaskan bahwa mobil Tesla adalah yang paling banyak diproduksi di AS.

Faktanya, data produksi Tesla mendukung klaim Musk. Mobil seperti Model 3 hingga Cybertruck menggunakan kandungan lokal hingga lebih dari 80 persen, menjadikan Tesla salah satu produsen mobil paling “Amerika”. Meskipun demikian, keberadaan Tesla yang kuat di dalam negeri tetap tak menyelamatkannya dari perdebatan politis. Musk dan Navarro kini berdiri di garis berseberangan dalam isu tarif, mempertegas bahwa dalam dunia otomotif, politik bisa jadi mesin konflik yang tak pernah padam.

Audi Tahan Pengiriman ke AS, Efek Tarif Trump Guncang Industri Otomotif Eropa

Audi menghentikan sementara pengiriman kendaraan ke Amerika Serikat karena ketidakpastian terkait kebijakan tarif impor dari pemerintahan Donald Trump. Merek mobil asal Jerman ini diketahui tidak memproduksi mobil di Amerika Serikat, melainkan mengimpor seluruh unitnya dari Eropa dan Meksiko, termasuk model terlarisnya, SUV Audi Q5. Sejak diberlakukannya tarif impor sebesar 25 persen pada 3 April, perusahaan mengambil langkah menahan distribusi ke AS. Sementara stok kendaraan di diler masih cukup untuk 60 hari ke depan, langkah ini membuat Audi mengikuti jejak Volkswagen serta Jaguar Land Rover (JLR) yang juga menghentikan pengiriman unit karena dikenakan tarif. JLR diketahui memproduksi mobil di Inggris, Eropa, India, Tiongkok, dan Brasil, namun tidak di Amerika Utara, membuatnya terdampak langsung oleh kebijakan baru tersebut. Penjualan Audi secara global mengalami penurunan pada 2024, termasuk penurunan 14 persen di pasar AS. Sebaliknya, JLR mencatat peningkatan penjualan 23 persen di Amerika Utara, sementara Mercedes-Benz tumbuh 8 persen dan BMW mencatat rekor baru dengan peningkatan 2,5 persen. Dalam situasi ini, Audi sedang melakukan perombakan lini produk karena usianya yang menua, seiring pembatalan rencana untuk beralih sepenuhnya ke kendaraan listrik pada 2032. Sebagai gantinya, mereka akan memperluas jajaran mobil hibrida dengan 20 model baru atau pembaruan yang dijadwalkan hadir sebelum awal 2026, termasuk kemungkinan peluncuran Audi Q5 generasi terbaru.

Tesla Hadapi Kuartal Sulit: Penjualan Anjlok dan Persaingan Meningkat

Tesla mengalami penurunan penjualan sebesar 13 persen pada kuartal pertama 2025, hanya berhasil mengirimkan 336.681 unit kendaraan. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jumlah ini lebih rendah dari 386.810 unit yang berhasil dikirimkan. Bahkan, hasil tersebut masih jauh di bawah perkiraan para analis yang memprediksi Tesla akan mencapai angka 372.410 unit. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk lini produk Tesla yang mulai menua serta kontroversi politik yang melibatkan Elon Musk di Amerika Serikat dan Eropa.

Dukungan Musk terhadap politik sayap kanan di beberapa negara telah memicu gelombang protes, bahkan vandalisme terhadap kendaraan Tesla. Beberapa pemilik Tesla pun memilih menjual kembali mobil mereka untuk menghindari keterkaitan dengan citra Musk. Namun, meskipun harga saham Tesla sempat turun dalam perdagangan pra-pasar, saat pasar dibuka saham tersebut kembali mengalami pemulihan dan diperdagangkan pada harga 281,50 dolar AS.

Analis dari Wedbush Securities, Dan Ives, menyebut angka penjualan Tesla sebagai “bencana dalam setiap aspek.” Ke depan, target Tesla untuk meningkatkan penjualan hingga 30 persen pada 2025 tampaknya sulit tercapai. Tesla berencana meluncurkan kendaraan dengan harga lebih terjangkau tahun ini, tetapi detailnya masih belum jelas. Sementara itu, pesaing utama dari Tiongkok, BYD, telah melampaui Tesla sebagai pemimpin pasar kendaraan listrik dengan pangsa 15,7 persen, mengungguli Tesla yang hanya 15,3 persen.

Di Eropa, penjualan Tesla terus merosot, terutama di Prancis dan Swedia, yang mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut. Cybertruck, yang diharapkan menjadi gebrakan baru, justru gagal memenuhi ekspektasi karena masalah kualitas, bahkan hampir semua unit yang telah dikirim harus ditarik kembali. Selain itu, tarif baru terhadap kendaraan impor diperkirakan akan semakin membebani Tesla, yang bisa menghadapi tantangan lebih besar dibandingkan pesaingnya tahun ini.